Pages

Tuesday, August 21, 2018

Tak Ada Kaitan antara Puasa 9 Zulhijjah dan Wukuf

MEMANG ada sebagian orang yang berpandangan bahwa ada korelasi kuat dan mengikat antara puasa tanggal 9 Dzulhijjah dengan peristiwa wuquf di Padang Arafah. Seolah-olah puasa sunah itu harus mengacu kepada kejadian wuquf. Lalu puasa itu harus mengikuti wuqufnya.

Kalau wuquf hari Rabu di Arafah, maka orang sedunia harus ikut jadwal itu dengan berpuasa pada hari Rabu. Sebaliknya bila di Arafah wuquf hari Selasa misalnya, maka umat Islam sedunia harus berpuasa di hari Selasa.

Padahal kalau kita rujuk kepada bagaimana proses pensyariatan puasa tanggal 9 Dzulhijjah dan wuquf di Arafah, sesungguhnya kita akan menemukan fakta bahwa antara kedua jenis ibadah itu sama sekali tidak ada kaitannya. Kita tidak menemukan dalil yang mewajibkan puasa dengan cara ikut orang wuquf atau sebaliknya. Karena kedua jenis ibadah itu disyariatkan secara terpisah dan sendiri-sendiri.

Puasa sunah pada tanggal 9 Dzulhijjah itu sudah disyariatkan jauh sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berhaji dan melaksanakan wuquf. Puasa itu menurut banyak riwayat telah mulai disyariatkan sejak tahun kedua hijriyah. Di tahun itu ada beberapa jenis ibadah yang berbarengan disyariatkan, seperti puasa bulan Ramadan, Shalat Idul Fitri dan Idul Adha serta puasa tanggal 9 Dzulhijjah.

Sedangkan wuquf yang dilakukan oleh Rasulullah belum disyariatkan di masa itu. Sebab Rasul dalam posisinya sebagai pembawa wahyu dari langit baru berhaji di tahun kesepuluh hijriyah. Ada rentang waktu kurang lebih sembilan tahun lamanya.

Artinya ketika di tahun-tahun kedua, ketiga hingga kesembilan Dzulhijah, Rasulullah dan para sahabat melaksanakan puasa sunah, pada saat itu di Arafah tidak ada jemaah haji yang wuquf. Arafah saat itu kosong tidak ada ritual haji. Kalau puasa sunah tanggal 9 Dzulhijjah harus mengacu kepada acara ritual wuquf di Arafah, maka seharusnya Rasul dan para sahabat tidak perlu berpuasa sunah tanggal 9 Dzulhijjah.

Memang benar bahwa bangsa Arab sejak masa Nabi Ibrahim alaihissalam masih menjalankan ibadah haji. Dan salah satu ritualnya adalah wuquf di Arafah. Namun penting sekali untuk dicatat disini bahwa bangsa Arab sebelum Rasulullah melaksanakan haji tidaklah berhaji di bulan Dzulhijjah.

Mereka terbiasa mengubah dan mengotak-atik jadwal ritual haji tiap tahunnya. Kadang haji mereka selenggarakan di bulan Dzulqa'dah, kadang di bulan Syawal dan seringkali di bulan-bulan lainnya. Dan karena itulah maka Allah Ta'ala menyalahkan bangsa Arab yang suka menggonta-ganti jadwal ibadah haji tiap tahun. Di dalam Alquran Allah berfirman:

"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS. At-Taubah: 37)

Ketika menafsirkan ayat ini, Al-Imam Al-Qurtubi (w. 671 H) dalam kitab tafsirnya Al-Jami' li Ahkam Al-Quran menukilkan komentar dari mufassir besar yaitu Mujahid sebagai berikut :

Orang-orang musyrik terbiasa melaksanakan haji untuk tiap bulan dua tahun dua tahun. Haji di bulan Dzulhijjah dua tahun, lalu haji di bulan Muharram dua tahun, kemudian haji di bulan Shafar dua tahun, dan begitulah seterusnya, sehingga haji yang dilakukan Abu Bakar sebelum haji Wada' jatuh pada bulan Dzul-Qa'dah di tahun kesembilan hijriyah. Tahun depannya, Rasulullah berhaji jatuh di bulan Dzulhijjah. Disitulah beliau bersabda, "Zaman telah berputar".

Dari tafsir ini kita mendapat kesimpulan penting bahwa ternyata bangsa Arab jahiliyah meskipun berhaji dan wuquf di Arafah juga, namun jadwalnya bukan di bulan Dzulhijjah, dan tentunya tanggalnya pun juga bukan tanggal sembilan.

Dengan demikian, ketika kita beranggapan bahwa puasa tanggal 9 Dzulhijjah itu harus dikaitkan dengan wuquf di Arafah, sebenarnya tidak punya dasar sama sekali, karena bertentangan dengan realitas pensyariatannya di masa kenabian. Intinya adalah:

1. Puasa tanggal 9 Dzulhijjah sudah disyariatkan sejak tahun kedua setelah hijrah dan dilakukan oleh Rasulullah beserta para sahabat setiap tahunnya.

2. Tetapi sepanjang 22 tahun selama masa kenabian, puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah tidak pernah berbarengan dengan wuquf di Arafah. Karena syariat haji baru dijalankan oleh beliau dan para sahabat di tahun kesepuluh dari hijrah atau setelah 22 tahun sejak kenabian.

3. Kalau pun orang Arab jahiliyah tiap tahun menyelenggarakan haji, ternyata jadwalnya bukan pada bulan Dzulhijjah. Sehingga pada tanggal 9 Dzulhijjah itu tetap saja tidak ada acara wuquf.

4. Kalau hari ini puasa tanggal 9 Dzhulhijjah harus diseusaikan jadwalnya dengan wuquf di Arafah, berarti justru bertentangan dengan realitas puasa di masa Rasul.

Wallahu a'lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2N7UuZs

No comments:

Post a Comment